ETIKA ADMNISTRASI DAN PEMERINTAHAN

Di Susun Oleh:

YANDRA PRAYOGA

BAC 109 002



ETIKA ADMINISTRASI DAN PEMERINTAHAN

1.      Konsep Birokrasi
Birokrasi merupakan pelaksanaan kekuasaan oleh para administrator yang professional atau dapat dikatan birokrasi merupakan pemerintahan oleh para pejabat. Dalam pengertian ini pejabat memiliki kekuasaan untuk mengatur dan melakukan sesuatu dan juga sering kali dikatakan birokrasi adalah kekuasaan para elit pejabat. Selain itu birokrasi merupakan komponen politik baik administrasi pemerintahan sipil ataupun publik yang mencakup semua pegawai pemerintah. Birokrasi merupakan system administrasi yaitu struktur yang mengalokasikan barang dan jasa dalalm suatu pemerintahan melalui birokrasi kebijakan-kebijakan Negara dapat diimplementasikan dengan baik.
Secara epistimologi istilah birokrasi berasal dari bahasa Yunani : Bureau, yang artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang maksudkan untuk melaksanakan tugas–tugas dari suatu administratif yang besar, yaitu dengan cara mengkoordinasikan secara sistematis dari setiap pekerjaan banyak orang.
Birokrasi melaksanakan kegiatan–kegiatan regular yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan–tujuan organisasi, yang didistribusikan dengan cara tertentu dan dianggap sebagai tugas–tugas resmi. Pengorganisasian dalam birokrasi mengikuti prinsip hierarkis, yaitu bahwa unit yang lebih rendah berada di bawah pengawasan dan pembinaan unit yang lebih tinggi, dalam hal ini birokrasi yang terdapat dalam perkantoran. Pelaksanaan tugas di atur oleh suatu “ sistem peraturan – peraturan abstrak yang konsisten” dan mencakup juga penerapan aturan–aturan tersebut dalam kasus–kasus terentu. Birokrasi mengatasi masalah–masalah yang menonjol dalam organisasi, yakni bagaimana memaksimalkan efisiensi dalam organisasi, bukan hanya mengatsi masalah–masalah individu saja.
Birokrasi juga dapat digunakan sebagai alat pembaharuan ini akan terlaksana bila tujuan–tujuan organisasi memang diarahkan kepada strategi pembaruan dan pembangunan.  Dasar dari legitimasi birokrasi dalam struktur pemerintahan ialah penerapan pengetahuan, rasionalitas dan teknologi. Lepas dari itu, birokrasi menjadi satu–satunya perangkat yang lebih peka terhadap penerapan manajemen yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak sekali pendapat–pendapat para ahli yang mencoba menganalisis tentang konsep birokrasi. Namun, konsep birokrasi yang pertama sebaiknya menggunakan istilah pita merah, sebagai istilah yang merujuk pada penyakit–penyakit birokrasi yang sudah dikenal secara umum.
Konsep yang menyamakan birokrasi dengan masyarakat modern sebaiknya diganti dengan istilah lain seperti modernisasi atau teknokrasi. Sementara itu, konsep birokrasi mengacu terutama pada organisasi–organisasi rasional yang menerapkan manajemen ilmiah. Di tambah lagi dengan semakin diperlukannya birokrasi dengan alasan pluralisme politik, proses konsentrasi dan kompleksitas teknologi, dirasa perlu bahwa birokrasi tidak dipandang secara skeptis sehingga setiap analisis ilmiah dapat diungkapkan secara netral.

2.      Tujuan Birokrasi
Tujuan dari dibentuknya birokrasi adalah agar kepentingan–kepentingan umum dapat dipenuhi melalui serangkaian aturan yang sama bagi semua pihak. Oleh sebab itu, birokrasi tidaklah boleh melenceng dari fungsinya sehingga pelayanan yang diberikan kepada para pengkonsumsi pelayanan publik tidak merasa terintimidasi dengan adanya perbedaan pelayanan antara masyarakat biasa dengan individu yang memiliki kedudukan sebagai pejabat atau penguasa itu sendiri.

3.      Model Birokrasi
Ada beberapa model birokrasi yang dikenal, antara lain model birokrasi tradisional,  model birokrasi yang merupakan akibat dari masa colonial dan model birokrasi rasional.
a.                   Model birokrasi tradisional
Model ini bermula dari pengertian kewenangan tradisional. Yang di utamakan dalam birokrasi seperti ini adalah terwujudnya keharmonisan hierarkis, bahwa masyarakat sudah terkondisi di dalam suatu sistem yang berjenjang. Oleh karenanya, untuk memelihara harmoni model tradisional mementingkan loyalitas dan keselarasan social. Dalam memandang pertanggung jawaban administrative para birokrat model tradisional cenderung berorientasi kepada atasan atau satuan yang lebih tinggi.

b.                              Model yang diakibatkan dari masa colonial ( beambtenstaat )
Model birokrasi ini menekankan pada struktur yang apolitis dan terpisah dari rakyat. Birokrasi bukan lagi bertindak sebagai pelayan masyarakat tetapi justru masyarakat yang harus melayani birokrasi. Di dalam proses pengambilan keputusan birokrasi tidak banyak meliatkan kekuatan–kekuatan social dan politik melainkan bertumpu pada teknokrat.
c.                               Model birokrasi rasional
Model ini lebih banyak mengandalkan efisiensi dan kualitas keputusan yang objektif yang ditawarkan, bukan kepada pembuat keputusannya. Model ini hanya dapat berfungsi bila antara kekuatan birokrasi dan kekuatan sosial politik dari masyarakat terdapat keseimbangan sehingga selalu terdapat proses check and balance.
4.      Wibawa Birokrat
Wibawa birokrat yaitu suatu sikap, cara ataupun gaya kepemimpinan seorang birokrat dalam memimpin suatu birokrasi atau negara. Dalam hal ini, wibawa birokrat berhubungan dengan bagaimana para birokrat mampu menarik perhatian, dan  kepercayaan masyarakat pada pemerintah ataupun menarik partisipasi masyarakat dalam melaksanakan / menjalankan kebijakan–kebijakan pemerintah yang akan direalisasikan. Hal tersebut dikarenakan wibawa seorang birokrat dapat dilihat dan ditentukan berdasarkan dari penilaian, partisipasi dan kepercayaan masyarakat pada birokrat dalam memimpin dan melaksanakan amanat dari rakyatnya.
Menurut saya, adanya wibawa birokrat adalah penting. Hal ini dikarenakan dengan adanya wibawa dari seorang birokrat, apa lagi bila birokrat tersebut mampu mementingkan kepentingan rakyatnya maka akan menciptakan keseimbangan dan keselarasan pemikiran/pendapat antara penguasa dan masyarakat. Di tambah lagi menurut saya, wibawa seorang birokrat mencerminkan kesuksesan suatu negara dalam kepemimpinan seorang birokrat.
Terciptanya “ruang” antara pemerintah/penguasa dan masyarakat, itu semua tergantung dari gaya kepemimpinan yang dianut oleh seorang birokrat apakah birokrat tersebut menggunakan gaya kepemimpinan otoriter, gaya demokratis atau gaya kepemimpinan yang bebas. Selain itu, menurut saya apabila terjadi “ruang” antara penguasa dan masyarakat hal tersebut juga dapat terjadi karena beberapa factor antara lain, gaya kepemimpinan yang digunakan, dan kurangnya perhatian pemimpin terhadap kepentingan masyarakat sehingga menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah adalah beberapa factor yang menurut saya dapat menimbulkan “ruang” tersebut. Selain itu berarti bahwa wibawa yang dimiliki oleh birokrat tersebut memiliki nilai yang kurang dimata masyarakat.


  1.  Essay Pengendalian Diri dan Pelaksanaan Amanah

Korupsi adalah perwujudan immoral dari dorongan untuk memperoleh sesuatu dengan metode pencurian dan penipuan. Pada saat ini, permasalahan korupsi telah menjadi budaya yang tidak asing lagi dikalangan pejabat atau penguasa, baik itu dari tingkat terendah sampai pada tingkatan tertinggi di pemerintahan. Jabatan dan adanya “ruang” yang mendukung membuat seorang individu atau oknum berkeinginan untuk melakukan tindak korupsi. Selain itu, kekuasaanlah yang sesungguhnya mendorong atau membuka peluang bagi munculnya tindakan korup.
Orang yang korup adalah orang yang mengambil inisiatif untuk melakukan tindakan korup, memelihara pola–pola perilaku korup atau menciptakan kondisi yang membuka peluang bagi tindakan korup. Hal ini menunjukkan pembicaraan mengenai korupsi tidak bias dilepaskan dari acuan pembahasan mengenai moral. Setiap orang memiliki kesadaran moral, betapun kecilnya. Dan setiap orang pasti tahu bahwa pola perilaku yang mengarah kepada korupsi adalah bertentangan dengan kesadaran moral tersebut.
Nafsu pejabat atau pegawai untuk memperluas atau mempertahankan kekuasaan dan menimbun kekayaan menyebabkan pikiran mereka buta terhadap kebenaran moral. Maka salah satu cara untuk mencegah nafsu korupsi dari sisi psikologis adalah dengan mensosialisasikan nilai–nilai moral kepada para pejabat di seluruh jenjang administrasi negara, terutama yang menyangkut ideology pengendalian diri. Pengendalian diri memang menjadi pangkal tolak penghayatan dan pengamalan pancasila. Gagasan ini bermula dari kenyataan bahwa dalam mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang lebih baik manusia mustahil dapat mutlak berdiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan orang lain.
Sesungguhnya kebahagian sejati hanya akan tercapai jika manusia mampu mengendalikan diri dan mengendalikan kepentingannya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara dan warga masyarakat secara ikhlas serta bersedia menjalankan fungsinya dalam masyarakat dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, sikap hidup manusia yang mampu mengendalikan diri dapat dilihat dari ciri-ciri berikut :
a.       Kepentingan pribadinya tetap diletakkan dalam kerangka kesadaran kewajibannya sebagai makhluk sosial dalam kehidupan masyarakatnya.
b.      Kewajiban terhadap masyarakat dirasakan lebih besar dari kepentingan pribadinya.
Konsep pengendalian diri sama sekali bukan merupakan konsep yang absurd kalau diingat bahwa salah satu kebutuhan mendasar bagi setiap manusia adalah keinginan untuk hidup berkelompok sebagai makhluk sosial yang sudah tentu membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Kesediaan untuk bekerja sama sesungguhnya sudah mensyaratkan kesediaan untuk mengendalikan diri.
Korupsi merupakan tindakan yang menyalahi kerja sama dalam konteks yang lebih besar yaitu kerja sama antar rakyat suatu bangsa untuk membangun dan mencapai tujuan bersama melalui organisasi yang disebut negara. Jadi, pengendalian diri bagi para birokrat yang dalam pekerjaannya pasti akan dihalangi dengan godaan–godaan untuk melakukan tindak korupsi sangatlah penting untuk diterapkan dalam diri para birokrat agar dapat terhindar dari yang namanya tindak korupsi.
Selain adanya pengendalian diri, sebuah konsepsi menarik yangrelevan dengan tanggung jawab moral para pejabat publik ini pernah dikemukakan oleh M. Dawan Raharjo dengan istilah amanah. Konsep amanah mengandaikan bahwa para pejabat public atau pegawai negeri melaksanakan tugas–tugas layanan umum sebagai suatu tugas suci yang harus dipertanggungjawabkan secara moral. Maka disamping menjalankan prinsip profesionalisme dan asas–asas administratif semaksimal mungkin, para pejabat publik hendaknya tetap menempatkan nilai nilai tanggung jawab moral sebagai keutamaan dalam menjalankan tugas–tugasnya. Untuk itu, mereka mesti menjalankan tugas–tugas layanan umum sesuai dengan prinsip–prinsip keadlian. Nilai amanah itu juga tampak dalam sikap jujur, bertanggung jawab dan berdisiplin.
Salah satu unsur penting dalam pelaksanaan amanah ialah kejujuran dalam menjalankan tugas–tugas yang dibebankan kepada seorang pejabat publik. Andaikata para pejabat publik menjunjung tinggi nilai–nilai kejujuran, penyelewengan dan penyimpangan akan dapat segera diketahui sehingga tidak sempat menular. Bila aparatur pemerintah tulus dan jujur, pejabat–pejabat yang mengabdi masyarakat akan bekerja dengan tenang dan para koruptor atau kaum oportunis akan lari bersembunyi, tetapi bila aparatur tidak jujur maka orang jahat akan lebih leluasa memakai cara–cara mereka yang busuk dan orang setia akan tersisih. Oleh karena itu, aparatur yang bersih merupakan modal utama bagi pemerintahan dan birokrasi yang tangguh.
Jika para pejabat memandang tugas–tugas kedinasan sebagai amanah, mereka akan melihat kedudukannya seperti halnya fungsi–fungsi kemasyarakatan. Interaksi antara masyarakat dan birokrasi publik akan berjalan secara intensif karena masing–masing unsur sudah saling menyadari kewajibannya dalam rangka mencapai tujuan besama melalui negara sebagai wahana utamanya. Jadi, dapat disimpulan bahwa pengendalian diri seorang birokrat sangatlah penting dalam melaksanakan tugasnya, serta pelaksanaan amanah yang benar–benar dianggap sebagai sebuah tangggung jawab atas kepentingan masyarakat maka akan menciptakan sebuah birokrasi yang utuh dan pemerintahan yang bersih.

  1. Essay Kode Etik Sebagai Pedoman

Kode etik adalah sarana  ataupu alat untuk mendukung pencapaian tujuan organisai. Kode etik tidak membebankan sanksi hokum atau paksaan fisik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi–sanksi atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya. Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan kode etik bukan dengan pemberian sanksi fisik, melainkan dari rasa harga diri, kemanusiaan, martabat dan nilai–nilai filosofis.
Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan nilai–nilai ideal yang diharapkan. Dengan demikian, pemakaian kode etik tidak terbatas pada kaum profesi karena sesungguhnya setiap jenis pkerjaan dan setiap jenjang keputusan mengandung konsekuensi moral.
Maka disamping berfungsi sebagai patokan–patokan sikap mental yang ideal bagi setiap unsur organisasi, kode etik dapat pula mendorong keberhasilan organisasi itu sendiri. Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode etik ialah bahwa para aparat akan memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari negara atas nama rakyat. Oleh karenanya, kode etik mengandaikan bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagai pendukung nilai–nilai moral dan sekaligus pelaksaan dari nilai–nilai tersebut dalam tindakan–tindakan yang nyata.
Contoh unsur–unsur etik yang langsung menyangkut pekerjaan sehari–hari yaitu tentang penilaian pekerjaan pegawai negeri sipil yang dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1979. Peraturan ini menggariskan tentang cara–cara menilai prestasi pegawai. Ada delapan unsur dalam penilaian ini, yaitu : kesetiaan, prestasi kerja, tenggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa dan kepemimpinan.
Demikianlah, kode etik mencoba merumuskan nilai–nilai etis luhur kedalam bidang tertentu, dalam hal ini pada tugas–tugas administrasi negara.sudah barang tentu kode etik sekedar sebagai pedoman dalam bertindak. Mengenai pelaksanaannya dalam perilaku nyata, tergantung pada niat baik dan sentuhan moral yang ada dalam diri pegawai atau pejabat sendiri.


  1. Essay Kearifan Dalam Kebijakan

Kearifan dalam kebijakana adalah bagaimana suatu kebijakan dapat mewakili aspirasi masyarakat. Kearifan kebijakan akan dapat tercapai ketika sebuah kebijakan yang dibuat oleh para birokrat tidak melanggar norma-norma yang ada di masyarakat. Dalam hal ini misalnya tentang adat istiadat, perilaku dan tindakan yang ada dalam masyarakat itu sendiri.
            Semestinya kearifan kebijakan ini dapat dilaksanakan oleh para birokrat kita dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rangka mematuhi sebuah kebijakan misalnya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kedudukan seorang birokrat, semakin dituntut suatu kearifannya dalam sebuah kebijakan. Sebab kearifan kebijakan berbicara tentang bagaimana sebuah kebijakan disusun, diimplementasikan dan juga dievaluasi kedepannya nanti. Karena kearifan dalam menentukan kebijakan akan berdampak terhadap masyarakat kedepannya
            Landasan etis dalam kebijakan-kebijakan yang diambil seorang pejabat pemerintah adalah tentang legitimasi kekuatan untuk mengatur sebagian hak-hak warga negara. Karena itulah sikap kearifan (Wise) para aparatur pemerintah harus dimiliki dalam hal ini. Makin tinggi kedudukan seorang pejabat, maka semakin dituntut syarat kearifan dari orang itu sendiri karena ia akan semakin banyak terlibat dalam bidang managerial ketimbang bidang teknis. Pendapat lain yang dapat dikemukakan bagi utamanya sikap arif dalam mengambil kebijakan ialah bahwa para pejabat memiliki kewajiban berkenaan dengan sumber daya atau sumber keuangan negara.
            Berbicara kearifan birokrat, tanggung jawab seorang pejabat pemerintah dengan demikian bukan hanya kepada organisasi yang dikelolanya atau kepada atasannya saja tetapi kepada warga negara secara langsung ataupun tidak langsung berkenaan dengan dampak kebijakan kedepannya. Jadi seorang pejabat pemerintah mengambil suatu kebijakan, dia tidak hanya menentukan kelompok tertentu tetapi semua warga masyarakat. Karena Metode-metode yang dipakai dalam pembuatan kebijakan bisa beraneka ragam dan masing–masing mengandung konsekuensi yang harus diterima kedepannya, sehingga kearifan para birokrat sangat menentukan kebijakan itu sendiri.
           
Ada empat kualitas kearifan para birokrat dalam membuat kebijakan antara lain :
a.       Optimisme
Optimism dimaksudkan untuk menunjuk pada sikap administrator untuk melihat urusan pemerintahan sebagai urusan yang harus dilaksanakan dengan iktikad baik, kejujuran, dan kompetensi.
b.      Keberanian
Sifat ini memerlukan kekuatan pribadi dan komitmen yang benar. Pembuat kebijakan harus berani menolak tekanan–tekanan yang tidak sah dari para politisi, pengaruh kelompok–kelompok kepentingan yang kuat atau intimidasi dari para pakar dan orang–orang yang mengandalkan favoritisme.

c.       Keadilan yang berwatak kemurahan hati
Telah dikemukakan bahwa pelaksanaan keadilan procedural merupakan salah satu unsure penilaian kinerja birokrasi dari sudut legitimasi politis.

d.      Essay Etika Administrasi Negara dalam Kepentingan Umum, antara Konsep dan Praktek.
Berbicara administrasi sudah pasti berbicara etika administrasi yang ada didalamnya dimana mengatur beberapa perilaku yang harus dilakukan oleh para administrator dalam menjalankan tugas ataupun dalam melayani kepentingan publik. Dalam melaksankan kebijakan publik para pembuat atau pelaksana kebijakan tidak akan terlepas dari kepentingan umum baik normativ ataupun praktis. Kepentingan umum adalah suatu hal yang wajib dimiliki oleh setiap aparatur pemerintahan dalam melaksankan tugas dan kewajibanya. Akan tetapi kepentingan umum hanyalah sebagai konsep yang tidak memiliki kejelasan hal itu terbukti dengan banyaknya retorika atau slogan tanpa merujuk pada kaidah yang jelas. Tujuan Negara atau kebijakan Negara sebenarnya akan berjalan dengan baik apabila para pelayan atau pelaksana kebijakan mengutamakan kepentingan umum tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi atau golongan saja.
Bila dikaitkan dengan kepentingan umum maka sudah pasti berbicara hal-hal terkail konsep sosital. Konsep societal yakni sebuah rujukan kepada tujuan-tujuan yang dicita-citakan oleh masyarakat yang merupakan pedoman dari kebijakan publik yang untuk dijalankan oleh para pelaksana kebijakan atau aparatur Negara.
Membahas hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dalam etika administrasi maka sudah tentu berbicara mengenai etika individu yang dimiliki para administrator yang pada akhirnya merujuk pada tujuan yang di harapkan oleh masyarakat banyak, karena tidak dapat dipungkiri perilaku atau etika individu sebagai aparatur Negara sangat berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan kebijakan publik itu sendiri dalam menjawab kebutuhan publik.
Dalam penerapan kebijakan publik tiga hal yang harus diperhatikan antara lain efektivitas, efisiensi, dan equity atau keadilan. Efektivitas merujuk pada sebarapa banyak manfaat yang diperoleh dari suatu kebijakan publik. Efisiensi merujuk kepada suatu upayaa menekan biaya dalam pencapaian manfaat daripada kebijakan publik tersebut. Sedangkan keadilan merujuk pada penyediaan manfaat yang disesuaikan dengan kemampuan ukuran masyarakat tertentu, kelompok atau tempat.
Dengan demikian kepentingan umum merupakan suatu hal yang sangat pokok sebagai pondasi atau dasar bagi setiap perilaku individu dalam aktivitas administrasi Negara. Karena hanya dengan adanya aparatur pemerintah yang mengutamakan kepentingan umum yang mampu mewujudkan eksistensi keberadaan sebuah Negara dimata publik. Setelah adanya sebuah system adminstrasi yang mengacu pada kepentingan umummaka akan munculah apa yang dinamakan dengan netralitas birokrasi, selain itu dengan adanya system administrasi yang mengutamakan kepentingan umum maka akan terwujud sebuah kesadaran dan wawasan bagi aparatur pemerintah untuk mengabdikan diri dengan ketulusan bukan karena tujuan instansi, atasan, mengejar kedudukan ataupun kekuasaan.
Seiringnya dengan semakin dinamisnya zaman dan semakin kompleksnya kebutuhan masyarakat di era globalisasi ini maka dirasa perlu peningkatan kepentingan umum untuk lebih diperkuat dari sebelumnya. Penting bagi para pelaksana kebijakan publik untuk bersikap fleksible dan aktif dalam menyikapi perubahan, melakukan perumusan, pengambilan langkah konkrit yang seluruhnya melibatkan masyarakat agar setiap keputusan yang diambil aparatur Negara benar-benar sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan publik masyarakat.
Dengan demikian praktek pelayanan publik merupakan suatu hal yang sangat penting dan berkaitan dengan etika aparatur Negara yang pada akhirnya bertujuan mewujudkan pelayanan masyarakat yang prima, melaksanakan dengan netralitas dan profesionalitas dengan menjalankan manajemen pemerintahan dengan baik dimulai dari perencanaan yang baik, kordinasi yang jelas, sinkronisasi serta evaluasi kebijakan itu sendiri dalam proses pencapaian kebijakan publik agar lebih mudah, efisien dan efektif sehingga tujuan Negara dalam memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap masyarakat dapat tercapai dengan baik dan optimal.



e.    Essay Etika Administrasi Dalam Praktik

Administrasi pemerintahan dirumuskan untuk diterapkan dalam kehidupan kenegaraan dan lingkup administrasi yang sesungguhnya, kemanfaatan. Konsepsi etika tersebut hanya akan terasa apabila dia benar-benar dapat menjadi bagian dari dinamika administrasi modern. Dalam banyak hal konsep dan teori filosofis mengenai moralitas dalam bidang administrasi Negara itu juga berasal dari praktik administrasi sehari-harinya.
Perkembangan situasi politik, sosial, dan budaya serta dinamika masyarakat turut mempengaruhi opini masyarakat tentang sistem administrasi pemerintahan yang ideal, yang semua ini sesungguhnya masih dapat ditemukan dasar-dasar bagi sistem pemerintahan yang secara umum dianggap sebagai sistem pemerintahan yang baik. Walaupun interprentasi dan pendapatan individual memengaruhi wujud pemerintahan yang didambakan oleh masyarakat namun landasan pemikirannya yang disepakati oleh sebagian besar masyarakat akan dapat di pakai sebagai pedoman.
Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Negara. Rakyat yang menentukan kehendak Negara dan rakyat yang akan menentukan pula bagaimana berbuatnya maka di dalam system pemerintahan yang memakai asas kedaulatan rakyat dan kepentingan rakyat menempati kedudukan yang paling tinggi. Setiap anggota dewan perwakilan kepala Negara, mentri, dan segenap aparatur Negara diwajibkan bertindak sesuai dengan kehendak rakyat dalam arti yang luas.
Maka oleh itu apabila system pemerintahan dapat melaksanakan konsep-konsep yang terdapat dalam sebuah idealisme Negara hukum, kontrol sosial akan dapat berjalan dengan sendirinya, kontrol sosial adalah pernyataan sikap masyarakat bagi secara perorangan maupun secara berkelompok yang diwujudkan dalam tingkah laku, lisan ataupun tulisan yang sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang diatur didalam konstitusi dengan tujuan untuk mengadakan perbaikan atas tindakan-tindakan pemerintah dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan hankam yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi, rasa keadilan, dan tujuan pembangunan untuk dapat mewujudkan mekanisme kontrol sosial yang baik dan aktivitas pembangunan hendaknya tidak cuma bertumpu pada suprastruktur politik melainkan juga melibatkan infrastrukturnya.

Komentar

  1. kk mana jawaban snmptn 2012 yang baru kok belum di posting... :D http://sigitdesigngallery.blogspot.com/

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Abstract

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM